Minggu, 17 Februari 2013

Posted by re_chan the pinguinz
No comments | 2/17/2013 06:10:00 AM

( mau tau soal perguruan tinggi ilmu komputer yang baik? klik amikom.ac.id !)
there’s nothin here, only tears that fallin when I heard that song, said that we better keep apart. Suck that song’ tulis Kayla.
                ‘aku berjalan sendiri, melewati malam yang sepi, tak bisa kukenali, tak bisa ku sadari, namun semua membekas dihati. Jika aku bisa memilih, aku ingin bisa seperti itu, tapi hatiku terus bersembunyi. Lanjutnya.
Sore semakin menjelang, seperti matahari sudah enggan tampak lagi. Lelah mungkin, memandang kehidupan yang hampa, tanpa makna. Seperti hidupku. Aku tak mengerti untuk apa aku ada disini. Pikir Kayla. Detik jam tederngar di kamarnya yang sepi, tak apa apapun, kecuali sebuah kasur, satu set komputer dan puluhan buku yang setiap hari setia menemaninya. Tidak ada Ayah, atau Bunda. Teman, atau sahabat. Tidak ada, hanya sebuah kehampaan yang menemaninya saat ini. Where were all my best friend, beloved parents when I need them? Teriaknya dihati.
                ‘yang harus kulakukan adalah selalu tersenyum, menghibur mereka yang sedih, tak peduli seburuk apapun suasana hatiku, saat aku masih bisa menahannya, aku hanya harus menjadi Kayla yang selalu tersenyum, selalu cheers up dan bahagia. Hanya itu. Iya kan, Bunda?’ Kayla melanjutkan tulisannya. Aku hanya harus bertahan, apapun yang terjadi, putusnya. Kayla meraih tasnya, memasukkan beberapa barang dan keluar rumah, sepi, hanya ada dentang jam, menunjuk bahwa waktu sudah menjelang malam.
                “halo Dee, kamu dimana?” tanya Kayla.
                “biasa Kay, di studio. Kesini aja?” suara riang diseberang menjawabnya.
                “oke, on the way.”
Hanya saja, tak begitu mudah bagiku untuk memahami diriku sendiri. Aku bisa memahami orang lain tapi aku tak bisa memahami perasaanku sendiri. Aku bahkan tak pernah mengerti siapa sebenarnya aku, untuk apa aku hidup di dunia ini, dan apa aku berarti untuk mereka? Aku hanya selalu merasa sendiri, melarikan diri dari kesedihan yang menyergapku di tiap malam, melarikan diri dari kesepian yang tiap hari menemaniku. Lalu untuk apa aku ada? Apa aku berharga? Kenapa hanya aku yang tak bisa mengatakan apapun pada orang lain? Mengapa aku harus menyimpan semuanya sendiri? Mengapa? Pikir Kayla sepanjang jalan. Matahari semakin menghilang digantikan malam, warna orange yang indah menghias langit sore yang cerah. Kayla tersenyum, teringat Nathan yang sekarang sedang entah apa dan entah dimana. Nathan, seseorang yang menyayanginya, lebih dari teman. Pacar, mungkin kata yang tepat. Kayla rindu Nath.
                “hai Nath, lagi apa?” Kayla memutuskan meneleponnnya.
                “hem, lagi ngerjain presentasi desain besok pagi Kay, ada apa?” suara datar menjawab pertanyaannya.
                “ah, maaf aku ngeganggu. Aku hanya...” kata-kata Kayla terputus sejenak,
                “ganbatte! Lakukan yang terbaik ya Nath! Semoga cepet selesai desainnya” lanjut Kayla. Suasana hening sesaat, hanya ada desah nafas pelan di seberang, dan dada Kayla yang sesak, menahan tangis.
                “oke, aku lanjutin dulu ya?” ucap Nathan.
                “iya. Jangan lupa makan ya Nath. See ya.” Klik, Kayla menutup telepon. Berusaha tak peduli dengan apa yang akan dikatakan Nathan selanjutnya. Dadanya semakin terasa sesak, matanya perih.
Aku bahkan, tak sanggup bilang rindu sama pacarku sendiri, Nath. Pikir Kayla. Sejenak angannya melayang jauh, saat beberapa minggu lalu.
                “aku nggak ngerti sama kamu Kay, aku pikir kamu ngerti kalo aku sibuk minggu ini dan kita nggak bisa ketemu. Setiap kamu sms dan telpon aku, kamu selalu bilang kamu rindu, kamu kangen. Tapi begitu aku bisa, kamu pergi entah kemana, entah dengan siapa, melarikan diri. Kenapa Kay? Kenapa kamu bilang rindu kalo kamu melarikan diri pas aku ada waktu?”
                “maafin aku Nath. Aku hari ini nggak bisa keluar sama kamu” suara Kay serak, saat Nath meneleponnya.
                “dimana kamu?”
                “aku....”
                “aku bisa denger suara berisik itu. Kamu di studio, ngeband sampe malem lagi? Iya kan?”
                “ya... kurasa begitu.”
                “kenapa belum pulang?”
                “aku...”
                “tadi siang kamu bilang kamu sibuk. Tapi nyatanya kamu Cuma main band seharian, nggak gitu. Kenapa kamu mesti boong sih Kay?” suara Nathan mulai meninggi.
                “maafin aku Nath. Aku, bingung mau ngomong apa sama kamu.”
                “kamu nggak perlu ijin, kamu Cuma perlu ngomong kamu dimana Kay. Aku nggak mau sok protektif ke kamu, tapi aku boleh kan khawatir ke kamu?” kali ini suara Nathan melunak, disertai helaan nafas yang panjang.
                “aku... minta maaf.” Kayla hanya bisa berkata begitu.
Aku nggak sanggup memberitahumu kenapa aku nggak bisa keluar hari ini. Aku nggak bisa bilang kalo aku marah sama kamu, aku udah coba mengerti kamu. Hanya saja, aku kesepian dan mereka, temen, studio, satu-satunya yang kumiliki saat kamu nggak ada, saat kamu sibuk Nath. Kayla berteriak dihatinya.
                “pulang Kay, udah malem. Oke?” bujuk Nathan.
                “iya Nath, aku pulang...” Kayla terdiam sejenak,               
                “maaf ya, aku nggak bisa jemput.” Potong Nathan. Deg. Ya, sudah kuduga. Aku sudah berpikir gitu Nath. Batin Kayla.
                “iya, aku bisa minta anterin Dee Dee kok Nath. Yaudah, met bobok Nath. Sweet dreams, see ya” ucap Kayla.
                “hem. Iya Kay. Good night dear.”
                “night too dear. I ... em, will see you later” klik. Selesai, Kayla nggak sanggup mengatakan dia rindu Nathan, Nathannya.
Sejak saat itu, Kayla selalu  berpikir 2 kali saat akan mengatakan dia rindu Nathan.
                “here we goo guys.... the princess has come.. hahaha” suara usil Devon menyambutnya di studio.
                “pucet banget lo Kay, udah makan?” sambung Trevor.
                “iya tuh muka apa mayat? Nggak ada bedanya” ucap Parker.
                “Kayla are you allright?” Dee Dee menghampiri Kayla dan memeluk bahunya.
                “aku nggak papa guyz, dont worry” Kayla tersenyum. Apa yang salah dengan dunianya? Aku punya teman-teman yang hebat, yang baik dan selalu memperhatikanku. Lalu kenapa semua terlihat buram di mataku? Pikirnya.
Quincy dan Zach masuk dan membawa sekantung besar camilan.
                “hey Kay, aku beliin makanan kesukaanmu nih. Makan yok, ada film baru loh, Zach baru aja nyewa barusan. Baru rilis minggu ini, dan udah hampir ga ada ada di sewaan manapun. Hahaha....” celoteh Quincy.
Zach, gitaris penggila film, Quincy the drummer si tukang makan, Parker bassist yang gak bisa diem, selalu aja ada yang dikerjain, Devon gitaris yang paling usil, Trevor keyboardist yang pendiam dan terakhir Dee Dee, vokalis yang udah kayak ibu buat semua anak-anak studio. Kayla sendiri berperan hampir seperti manajernya, semenjak ia bergabung beberapa bulan lalu. Leadershipnya yang bagus membuat Kayla dipilih menjadi Manajer band itu, The Mellons.
                “waah kereeeenn!!” teriak Kayla kencang. Seperti biasanya, ramai-ramai nonton film dan berteriak seperti kesetanan. Setidaknya adalah pelepas stress yang bagus, Kayla selalu suka saat mereka tertawa, bercanda bersama, saling usil satu sama lain dan saat makan bareng-bareng. Atau saat memasak, manggung, latihan, molor dan touring bareng.
Semua itu, adalah, ajang untuk melarikan diri bagiku. Sebenarnya. Batin Kayla.
                “ah galz, aku balik dulu ya. Ortuku udah balik nih.” Ucap Kayla.
                “okeeee” ucap mereka bersamaan.
                “ati ati Kaylaaa” sambung mereka. Kayla tertawa terbahak dan melambaikan tangannya. Jam tangannya menunjukkan pukul 8 malam. Tumben banget ayah sama bunda udah balik ya, pikirnya.

                “assalamualaikum, Kayla pulang” Kayla membuka pintu pelan.
                “ah, halo sayang, udah pulang? Kita makan malem diluar ya malem ini, ayah sama bunda pulang cepet nih. Soalnya kan besok weekend...” sambut ayahnya.
                “sini duduk sayang. Ayah bilang malem ini kita packing, besok kita main ke Puncak loh...” sambung ibunya. Kayla hanya melongo bingung, ekspresinya yang biasa ia keluarin waktu kaget.
                “hei, mulutmu nak, nanti cicaknya masuk” tegur Bunda.
                “hemp. Maap bunda, mendadak banget nih? Kenapa?”
                “mau bikin surprise buat kamu. Hehehe” jawab ayahnya, Kayla melirik jam tangannya dan tertawa riang.             
                “aaah Kayla tau, besok ulang tahun pernikahan ayah sama bunda kaaan???”
                “oh kamu inget ya? Haha iya sayang, tapi kali ini bunda sama ayah pikir lebih baik kita merayakannya bersama”
                “bunda nggak mau honeymoon lagi?”
                “hush. Malah bahas itu. Ayah pengen kumpul bareng bertiga kok...”
                “haha Kayla pikir mau nambah adek. Kayla kan udah gede.”
                “Kaylaa!” ucap ayah dan bunda bersamaan.
                “maaaaaff.... Kay ganti baju dulu yaaa... katanya mau makan maleemmmm” Kayla berlari menaiki tangga sambil tertawa.
Hidupku nyaris sempurna, ah tidak, bahkan sempurna. Aku punya ayah dan bunda yang selalu bekerja, tapi setidaknya mereka selalu punya waktu untukku. Aku punya bunda yang udah kayak sahabatku, aku punya ayah yang sebenernya masih pantes dibilang pacarku. Aku punya Zach, Quincy, Dee Dee, Parker, Devon, Trevor,  temen-temen yang hebat, yang selalu perhatiin aku dan selalu ada saat aku kebingungan, aku punya Nathan, pacar yang hampir sempurna. Cakep, pinter, populer, tajir, perhatian pula.
Hidupku nyaris sempurna, jika saja, aku bisa jujur terhadap diriku sendiri, dan tidak menyimpan segala sesuatunya sendiri. Hanya aku belum sanggup, mungkin suatu saat nanti. Ya, suatu saat nanti akan datang waktunya, saat aku bisa selalu mencurahkan isi hatiku, kesepianku. Dan lainnya. Dan suatu saat  nanti, aku akan menemukan jati diriku, dan membuat hidupku bermakna. Jalanku masih panjang. Aku, masih remaja, semua butuh proses, dan waktu. Bener kan diary?
Dont push me, Im teenagers.
Kayla.

                “Kayla ayoooo udah siaap??” teriak Bunda dari bawah.
                “hurry up honey...” sambung ayahnya.
                “iya ayaah bundaa.. Kayla lagi turuuunnn” jawab Kayla.
Kayla menutup diary-nya dan berlari keluar kamar. Dengan senyum lebar, Kayla memandang kedua orangtuanya, dan berdiri diantara ayah dan bundanya. Bunda menggenggam tangan Kayla dan berkata
                “Kayla udah gede nih Yah, tingginya udah sama sama bunda loh...”
                “anak ayah. Haha ayo my dearest woman. Lets go.” Ayah menggandeng tangan Kayla.

Hidup itu indah, jika kita melihat dari sisi yang indah. Benar kan?


0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

About