( mau tau soal perguruan tinggi ilmu komputer yang baik? klik amikom.ac.id !)

‘aku
berjalan sendiri, melewati malam yang sepi, tak bisa kukenali, tak bisa ku
sadari, namun semua membekas dihati. Jika aku bisa memilih, aku ingin bisa
seperti itu, tapi hatiku terus bersembunyi.’ Lanjutnya.
Sore semakin menjelang, seperti matahari sudah enggan tampak
lagi. Lelah mungkin, memandang kehidupan yang hampa, tanpa makna. Seperti
hidupku. Aku tak mengerti untuk apa aku ada disini. Pikir Kayla. Detik jam
tederngar di kamarnya yang sepi, tak apa apapun, kecuali sebuah kasur, satu set
komputer dan puluhan buku yang setiap hari setia menemaninya. Tidak ada Ayah,
atau Bunda. Teman, atau sahabat. Tidak ada, hanya sebuah kehampaan yang
menemaninya saat ini. Where were all my best friend, beloved parents when I
need them? Teriaknya dihati.
‘yang
harus kulakukan adalah selalu tersenyum, menghibur mereka yang sedih, tak
peduli seburuk apapun suasana hatiku, saat aku masih bisa menahannya, aku hanya
harus menjadi Kayla yang selalu tersenyum, selalu cheers up dan bahagia. Hanya
itu. Iya kan, Bunda?’ Kayla melanjutkan tulisannya. Aku hanya harus
bertahan, apapun yang terjadi, putusnya. Kayla meraih tasnya, memasukkan
beberapa barang dan keluar rumah, sepi, hanya ada dentang jam, menunjuk bahwa
waktu sudah menjelang malam.
“halo Dee,
kamu dimana?” tanya Kayla.
“biasa Kay,
di studio. Kesini aja?” suara riang diseberang menjawabnya.
“oke,
on the way.”
Hanya saja, tak begitu mudah bagiku untuk memahami diriku
sendiri. Aku bisa memahami orang lain tapi aku tak bisa memahami perasaanku
sendiri. Aku bahkan tak pernah mengerti siapa sebenarnya aku, untuk apa aku
hidup di dunia ini, dan apa aku berarti untuk mereka? Aku hanya selalu merasa
sendiri, melarikan diri dari kesedihan yang menyergapku di tiap malam,
melarikan diri dari kesepian yang tiap hari menemaniku. Lalu untuk apa aku ada?
Apa aku berharga? Kenapa hanya aku yang tak bisa mengatakan apapun pada orang
lain? Mengapa aku harus menyimpan semuanya sendiri? Mengapa? Pikir Kayla
sepanjang jalan. Matahari semakin menghilang digantikan malam, warna orange
yang indah menghias langit sore yang cerah. Kayla tersenyum, teringat Nathan
yang sekarang sedang entah apa dan entah dimana. Nathan, seseorang yang
menyayanginya, lebih dari teman. Pacar, mungkin kata yang tepat. Kayla rindu
Nath.
“hai
Nath, lagi apa?” Kayla memutuskan meneleponnnya.
“hem,
lagi ngerjain presentasi desain besok pagi Kay, ada apa?” suara datar menjawab
pertanyaannya.
“ah,
maaf aku ngeganggu. Aku hanya...” kata-kata Kayla terputus sejenak,
“ganbatte!
Lakukan yang terbaik ya Nath! Semoga cepet selesai desainnya” lanjut Kayla.
Suasana hening sesaat, hanya ada desah nafas pelan di seberang, dan dada Kayla
yang sesak, menahan tangis.
“oke,
aku lanjutin dulu ya?” ucap Nathan.
“iya.
Jangan lupa makan ya Nath. See ya.” Klik, Kayla menutup telepon. Berusaha tak
peduli dengan apa yang akan dikatakan Nathan selanjutnya. Dadanya semakin
terasa sesak, matanya perih.
Aku bahkan, tak sanggup bilang rindu sama pacarku sendiri,
Nath. Pikir Kayla. Sejenak angannya melayang jauh, saat beberapa minggu lalu.
“aku
nggak ngerti sama kamu Kay, aku pikir kamu ngerti kalo aku sibuk minggu ini dan
kita nggak bisa ketemu. Setiap kamu sms dan telpon aku, kamu selalu bilang kamu
rindu, kamu kangen. Tapi begitu aku bisa, kamu pergi entah kemana, entah dengan
siapa, melarikan diri. Kenapa Kay? Kenapa kamu bilang rindu kalo kamu melarikan
diri pas aku ada waktu?”
“maafin
aku Nath. Aku hari ini nggak bisa keluar sama kamu” suara Kay serak, saat Nath
meneleponnya.
“dimana
kamu?”
“aku....”
“aku
bisa denger suara berisik itu. Kamu di studio, ngeband sampe malem lagi? Iya
kan?”
“ya...
kurasa begitu.”
“kenapa
belum pulang?”
“aku...”
“tadi
siang kamu bilang kamu sibuk. Tapi nyatanya kamu Cuma main band seharian, nggak
gitu. Kenapa kamu mesti boong sih Kay?” suara Nathan mulai meninggi.
“maafin
aku Nath. Aku, bingung mau ngomong apa sama kamu.”
“kamu
nggak perlu ijin, kamu Cuma perlu ngomong kamu dimana Kay. Aku nggak mau sok
protektif ke kamu, tapi aku boleh kan khawatir ke kamu?” kali ini suara Nathan
melunak, disertai helaan nafas yang panjang.
“aku...
minta maaf.” Kayla hanya bisa berkata begitu.
Aku nggak sanggup memberitahumu kenapa aku nggak bisa keluar
hari ini. Aku nggak bisa bilang kalo aku marah sama kamu, aku udah coba
mengerti kamu. Hanya saja, aku kesepian dan mereka, temen, studio, satu-satunya
yang kumiliki saat kamu nggak ada, saat kamu sibuk Nath. Kayla berteriak
dihatinya.
“pulang
Kay, udah malem. Oke?” bujuk Nathan.
“iya
Nath, aku pulang...” Kayla terdiam sejenak,
“maaf
ya, aku nggak bisa jemput.” Potong Nathan. Deg. Ya, sudah kuduga. Aku sudah
berpikir gitu Nath. Batin Kayla.
“iya,
aku bisa minta anterin Dee Dee kok Nath. Yaudah, met bobok Nath. Sweet dreams,
see ya” ucap Kayla.
“hem.
Iya Kay. Good night dear.”
“night
too dear. I ... em, will see you later” klik. Selesai, Kayla nggak sanggup
mengatakan dia rindu Nathan, Nathannya.
Sejak saat itu, Kayla selalu
berpikir 2 kali saat akan mengatakan dia rindu Nathan.
“here
we goo guys.... the princess has come.. hahaha” suara usil Devon menyambutnya
di studio.
“pucet
banget lo Kay, udah makan?” sambung Trevor.
“iya
tuh muka apa mayat? Nggak ada bedanya” ucap Parker.
“Kayla
are you allright?” Dee Dee menghampiri Kayla dan memeluk bahunya.
“aku
nggak papa guyz, dont worry” Kayla tersenyum. Apa yang salah dengan dunianya?
Aku punya teman-teman yang hebat, yang baik dan selalu memperhatikanku. Lalu
kenapa semua terlihat buram di mataku? Pikirnya.
Quincy dan Zach masuk dan membawa sekantung besar camilan.
“hey Kay,
aku beliin makanan kesukaanmu nih. Makan yok, ada film baru loh, Zach baru aja
nyewa barusan. Baru rilis minggu ini, dan udah hampir ga ada ada di sewaan
manapun. Hahaha....” celoteh Quincy.
Zach, gitaris penggila film, Quincy the drummer si tukang
makan, Parker bassist yang gak bisa diem, selalu aja ada yang dikerjain, Devon
gitaris yang paling usil, Trevor keyboardist yang pendiam dan terakhir Dee Dee,
vokalis yang udah kayak ibu buat semua anak-anak studio. Kayla sendiri berperan
hampir seperti manajernya, semenjak ia bergabung beberapa bulan lalu.
Leadershipnya yang bagus membuat Kayla dipilih menjadi Manajer band itu, The
Mellons.
“waah
kereeeenn!!” teriak Kayla kencang. Seperti biasanya, ramai-ramai nonton film
dan berteriak seperti kesetanan. Setidaknya adalah pelepas stress yang bagus, Kayla
selalu suka saat mereka tertawa, bercanda bersama, saling usil satu sama lain
dan saat makan bareng-bareng. Atau saat memasak, manggung, latihan, molor dan
touring bareng.
Semua itu, adalah, ajang untuk melarikan diri bagiku.
Sebenarnya. Batin Kayla.
“ah
galz, aku balik dulu ya. Ortuku udah balik nih.” Ucap Kayla.
“okeeee”
ucap mereka bersamaan.
“ati
ati Kaylaaa” sambung mereka. Kayla tertawa terbahak dan melambaikan tangannya.
Jam tangannya menunjukkan pukul 8 malam. Tumben banget ayah sama bunda udah
balik ya, pikirnya.
“assalamualaikum,
Kayla pulang” Kayla membuka pintu pelan.
“ah,
halo sayang, udah pulang? Kita makan malem diluar ya malem ini, ayah sama bunda
pulang cepet nih. Soalnya kan besok weekend...” sambut ayahnya.
“sini
duduk sayang. Ayah bilang malem ini kita packing, besok kita main ke Puncak
loh...” sambung ibunya. Kayla hanya melongo bingung, ekspresinya yang biasa ia
keluarin waktu kaget.
“hei,
mulutmu nak, nanti cicaknya masuk” tegur Bunda.
“hemp.
Maap bunda, mendadak banget nih? Kenapa?”
“mau
bikin surprise buat kamu. Hehehe” jawab ayahnya, Kayla melirik jam tangannya
dan tertawa riang.
“aaah Kayla
tau, besok ulang tahun pernikahan ayah sama bunda kaaan???”
“oh
kamu inget ya? Haha iya sayang, tapi kali ini bunda sama ayah pikir lebih baik
kita merayakannya bersama”
“bunda
nggak mau honeymoon lagi?”
“hush.
Malah bahas itu. Ayah pengen kumpul bareng bertiga kok...”
“haha Kayla
pikir mau nambah adek. Kayla kan udah gede.”
“Kaylaa!”
ucap ayah dan bunda bersamaan.
“maaaaaff....
Kay ganti baju dulu yaaa... katanya mau makan maleemmmm” Kayla berlari menaiki
tangga sambil tertawa.
Hidupku nyaris sempurna, ah tidak, bahkan sempurna. Aku punya
ayah dan bunda yang selalu bekerja, tapi setidaknya mereka selalu punya waktu
untukku. Aku punya bunda yang udah kayak sahabatku, aku punya ayah yang
sebenernya masih pantes dibilang pacarku. Aku punya Zach, Quincy, Dee Dee,
Parker, Devon, Trevor, temen-temen yang
hebat, yang selalu perhatiin aku dan selalu ada saat aku kebingungan, aku punya
Nathan, pacar yang hampir sempurna. Cakep, pinter, populer, tajir, perhatian
pula.
Hidupku nyaris sempurna, jika saja, aku bisa jujur terhadap
diriku sendiri, dan tidak menyimpan segala sesuatunya sendiri. Hanya aku belum
sanggup, mungkin suatu saat nanti. Ya, suatu saat nanti akan datang waktunya,
saat aku bisa selalu mencurahkan isi hatiku, kesepianku. Dan lainnya. Dan suatu
saat nanti, aku akan menemukan jati
diriku, dan membuat hidupku bermakna. Jalanku masih panjang. Aku, masih remaja,
semua butuh proses, dan waktu. Bener kan diary?
Dont push me, Im teenagers.
Kayla.
“Kayla
ayoooo udah siaap??” teriak Bunda dari bawah.
“hurry
up honey...” sambung ayahnya.
“iya
ayaah bundaa.. Kayla lagi turuuunnn” jawab Kayla.
Kayla menutup diary-nya dan berlari keluar kamar. Dengan
senyum lebar, Kayla memandang kedua orangtuanya, dan berdiri diantara ayah dan
bundanya. Bunda menggenggam tangan Kayla dan berkata
“Kayla
udah gede nih Yah, tingginya udah sama sama bunda loh...”
“anak
ayah. Haha ayo my dearest woman. Lets go.” Ayah menggandeng tangan Kayla.
Hidup itu indah, jika kita melihat dari sisi yang indah.
Benar kan?
0 komentar:
Posting Komentar